RSS Feed

Pemukiman Warga di Atas Makam

Posted by Kevin Christian D.

Sintang, 12 Juni 2010. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang segera memanggil pihak Badan Pertahana Nasional (BPN) & Majelis Agama Konghucu Indonesia (Makin). Pemanggilan ini terkait pemukiman yang berdiri di atas makam di kawasan Jl. Mungguk Serantung Sintang.
"Kita mempertanyakan BPN mengapa mengeluarkan sertifikat yang dimiliki pemilik rumah yang membangun di atas makam lama yang usianya mencapai 40 tahun. Sementara rumah yang berdiri kurang dari 10 tahun," ujar A Jin, Anggota komisi II DPRD Sintang, Jumat (11/6).
Dikatakannya, rencana pemanggilan ini dalam upaya mencari solusi agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Karena sudah sekian lama pembangunan rumah di atas makam warga Tionghoa ini diperasalahkan. Solusi yang ditawarkan, lanjut A Jin, apakah dilakukan pembongkaran terhadap makam itu atau menggusur tujuh rumah warga yang berdiri di atas makam.
Sandan S.sos, Anggota Komisi II yang lain juga berpendapat demikian. Dia berharap pemanggilan pada pihak-pihak terkait ini dapat menemukan solusi hingga tidak ada yang dirugikan.
"Mudah-mudahan Juni 2010 ini, kami sudah memanggil semua pihak. Bukan hanya BPN & Makin. Tapi juga pemilik rumah & juga ahli waris makam," kata Sandan.
Sekretaris Majelis Agama Konghucu Indonesia (Makin) Kab. Sintang yang juga mewakili ahli waris makam di Jl. Mungguk Serantung, Edy Hermanto, mengatakan, pihaknya menyambut baik rencana pemanggilan tersebut. Karena hingga saat ini belum diperoleh kejelasan terkait masalah ini.
"Sudah lama kami menunggu penyelesaiannya. Pada Maret lalu kami melayangkan surat ke dewan agar memfasilitasi masalah ini. Karena Pemkab belum mengambil keputusan," terangnya di sekitar Pasar Sei. Durian Sintang.

Ketua Makin, Edy menuturkan, masalah ini mencuat pada 2008 silam, dimana ada upaya masyarakat sekitar untuk menimbun 29 makam tersebut. Namun dilarang oleh ahli waris & pengurus Makin.
Menurutnya, adapun luasan lahan yang diklaim makam Tionghoa ini seluas 4000 meter persegi, termasuk 29 makam. Terdiri dari 27 makam Tionghoa & dua makam milik warga Dayak keturunan Tionghoa.
"Kami minta rumah yang berdiri diatas makam sebaiknya dibongkar karena sudah menyalahi etika & mengotori makam yang dianggap sakral tersebut. Namun kini belum ada keputusan apakah akan dilakukan pembongkaran makam atau pembongkaran rumah yang berdiri di atasnya," kata Edy.
Kepala BPN Sintang, Abdul Halim Nasution, ketika dikonfirmasi belum lama ini mengatakan, pihaknya tidak mengetahui tiga sertifikat yang dimiliki masyarakat yang rumahnya berdiri di sekitar makam. Sertifikat tersebut dikeluarkan ketika dirinya belum bertugas di Kabupaten Sintang.
"Saya tidak bisa berkomentar banyak. Hanya saja BPN menyerahkan sepenuhnya kepada Pemkab terkait solusi apa yang terbaik," kata Abdul.
Wati (40) pemilik rumah di atas makam mengatakan, pada dasarnya mereka tak mempersalahkan rumah mereka digusur. Namun dia meminta kompensasi yang adil, karena mereka membeli rumah tersebut dari orang yang mengaku sebagai warga asli lingkungan itu.

0 komentar:

Posting Komentar

Followers